Describe some ingredients_4

Rabu, 11 Maret 2020


1. BELIMBING WULUH
1

SEJARAH
Belimbing wuluh atau disebut juga belimbing sayur, belimbing sayur atau belimbing buluh  dengan nama latin Averrhoa blimbi  merupakan tanaman yang mempunyai buah berasa asam yang kaya khasiat sering digunakan sebagai bumbu sayuran atau campuran jamu.
Belimbing wuluh atau belimbing sayur diduga berasal dari kepulauan Maluku dan kini tersebar ke seluruh Indonesia dan negara-negara sekitar seperti Filipina, Myanmar, dan Srilanka.
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) dikenal dengan berbagai daerah dengan nama yang berbeda, seperti: limeng, selimeng (Aceh), Selemeng (Gayo), asom belimbing, balimbingan (Batak), malimbi (Nias), balimbieng (Minangkabau), belimbing asam (Melayu), balimbing (Lampung), belimbing wuluh (jawa), calincing wulet (Sunda), bhalingbhing bulu (Madura).

Juga disebut blimbing buloh (Bali), limbi (Bima), libi (Sawu), balimbeng (Flores), belerang (Sangi), lumpias, rumpeasa dureng, wulidan, lopias, lembetue (Gorontalo), bainang (Makasar), calene (Bugis), takurela (Ambon), kerbol (Timor), malibi (Halmahera), uteke (Papua). Dalam bahasa Inggris dikela sebagai cucumber tree atau bilimbi. Sedangkan dalam bahasa latin disebut Averrhoa bilimbi.

MANFAAT :

Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) dapat dimanfaatkan sebagai sirup, bumbu masakan atau sayur, membersihkan noda pakaian, mengkilatkan barang-barang dari kuningan, dan sebagai bahan obat tradisional.

NUTRISI :
beberapa zat kimia yang terkandung pada tanaman seperti sponin, tanin, glucoside, kalsium oksalat, sulfur, asal format, dan peroksidase yang terkandung pada batang belimbing wuluh. Juga tanin, sulfur, asal sulfat, peroksidase, kalsium oksalat dan kalium sitrat pada daunnya. Sedangkan buah belimbing wuluh sendiri berkhasiat sebagai analgesik, dan diuretik.



2.  PETIS



Petis adalah salah satu masakan Indonesia yang dibuat dari produk olahan kupang dan udang yang ditemukan di daerah pesisir utara jawa dan dikategorikan sebagai saus atau bumbu yang disantap sebagai pelengkap dengan makanan lain.

Bentuknya menurut saya cukup unik yaitu berwarna gelap cokelat kehitaman dengan bau yang khas serta rasanya yang merupakan perpaduan antara manis dengan campuran olahan hasil laut seperti udang,ikan atau kupang.

Konon, awal terciptanya petis ini adalah ketidaksengajaan akibat kondisi terdesak para nelayan yang bingung menangani kelebihan ikan dan udang tangkapannya. Kemudian muncullah ide untuk merebus hasil tangkapannya itu biar lebih awet. Dari proses ini ternyata menghasilkan produk sampingan berupa limbah air bekas rebusan. Kemudian air sisa rebusan itu diberi bumbu oleh para istri nelayan, dari situlah awalnya petis muncul.

Persebaran petis yang ada di Indonesia didominasi di daerah pesisir utara Jawa diantaranya Cirebon dan Gresik yang membuat Petis dengan bahan dasar udang, Boyolali dengan Petis Sapi andalannya, Madura dengan petis ikan tuna dan petis lorjuk serta Sidoarjo dengan petis berbahan dasar kupang.

Kota Gresik dan Sidoarjo yang populer sebagai Kota Petis dan jangkauan distribusinya sudah luas menjadikan bumbu berwujud pasta (semibasah) berwarna kehitaman ini sebagai buah tangan khas.
“Warnanya bisa hitam karena dicampur dengan gula aren. Jadi, bukan warna asli petis,” terang Supirwan, pembuat petis yang lain.

Dari segi ketahanan dan kualitas, petis cere lebih baik ketimbang petis hitam. Petis hitam ini sering dijumpai sebagai teman makan gorengan.

“Bila disimpan di lemari es bisa bertahan sampai tiga bulan,” ujar Ibu Sila.

Petis biasa dipakai sebagai penyedap pada beberapa makanan seperti rujak (cingur, gobet, manis), kupang lontong ,semanggi, lontong balap, tahu campur, tahu tek, atau campor.

Namun sesungguhnya petis tak sekadar penyedap belaka. Proses ekstraksi dari udang, ikan, kupang, atau daging sapi dalam pembuatannya, masih menyisakan kandungan protein dan mineral. Asam glutamat merupakan jenis asam amino yang paling dominan ada dalam petis. Sama seperti asam glutamat yang ada pada bubuk penyedap yang mengandung MSG (mono sodium glutamat). Pantas jika sesendok kecil saja petis dalam masakan, mampu menyumbang rasa umami yang sedap.

Tapi, meski kandungan proteinnya cukup tinggi, petis tak bisa dijadikan makanan sumber protein karena hanya dipakai dalam jumlah sedikit dalam masakan.


Petis Udang adalah makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.  Petis Udang mengandung energi sebesar 220 kilokalori, protein 15 gram, karbohidrat 40 gram, lemak 0,1 gram, kalsium 37 miligram, fosfor 36 miligram, dan zat besi 3 miligram.  Selain itu di dalam Petis Udang juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0 miligram dan vitamin C 0 miligram.  Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Petis Udang, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %.

Informasi Rinci Komposisi Kandungan Nutrisi/Gizi Pada Petis Udang :
Nama Bahan Makanan : Petis Udang
Nama Lain / Alternatif : –
Banyaknya Petis Udang yang diteliti (Food Weight) = 100 gr
Bagian Petis Udang yang dapat dikonsumsi (Bdd / Food Edible) = 100 %
Jumlah Kandungan Energi Petis Udang = 220 kkal
Jumlah Kandungan Protein Petis Udang = 15 gr
Jumlah Kandungan Lemak Petis Udang = 0,1 gr
Jumlah Kandungan Karbohidrat Petis Udang = 40 gr
Jumlah Kandungan Kalsium Petis Udang = 37 mg
Jumlah Kandungan Fosfor Petis Udang = 36 mg
Jumlah Kandungan Zat Besi Petis Udang = 3 mg
Jumlah Kandungan Vitamin A Petis Udang = 0 IU
Jumlah Kandungan Vitamin B1 Petis Udang = 0 mg
Jumlah Kandungan Vitamin C Petis Udang = 0 mg



Jenis Petis

Hingga saat ini dikenal tiga jenis petis, yaitu petis udang (umumnya berwarna cokelat kehitaman), petis ikan (berwarna hitam), dan petis daging (berwarna cokelat muda). Berdasarkan pengalaman diketahui bahwa jenis bahan baku tidak terlalu berpengaruh terhadap cita rasa petis yang dihasilkan.
Cita rasa petis lebih ditentukan oleh jenis bumbu yang digunakan. Apabila bumbu yang digunakan sama, walaupun bahan bakunya berbeda, pada akhirnya akan menghasilkan petis dengan cita rasa yang hampir sama satu sama lain. Petis udang dan petis ikan banyak diproduksi di daerah pantai Jawa Timur, seperti Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Tuban, dan Madura. Petis daging banyak diproduksi di daerah Yogyakarta dan Solo.
Petis udang adalah ekstrak udang yang dikentalkan dengan tambahan beberapa macam bahan untuk memberi rasa, warna, dan konsistensi yang menarik. Umumnya terbuat dari daging udang atau limbah udang (kepala dan kulit udang) yang sengaja direbus untuk diambil sarinya (ekstrak yang mengandung asam amino, vitamin, mineral, dan komponen cita rasa). Limbah udang umumnya berasal dari industri pembekuan udang atau industri pengolah kerupuk udang.
Seperti halnya petis udang, petis ikan juga dibuat dari daging ikan atau limbahnya. Limbah dapat juga berasal dari cairan perebus ikan pindang yang umumnya dibuang setelah ikan pindang matang.
Cairan tersebut berasa asin dan mengandung sejumlah zat gizi dan komponen cita rasa yang terlarut selama perebusan ikan, seperti protein dan asam amino, vitamin, serta mineral. Petis daging dapat dibuat dari ekstrak daging, yaitu cairan yang dihasilkan dari hasil perebusan daging.
Cita rasa gurih pada petis berasal dari dua komponen utama, yaitu dari peptida dan asam amino yang terdapat pada ekstrak serta dari komponen bumbu yang digunakan. Asam amino glutamat pada ekstrak merupakan asam amino yang paling dominan menentukan rasa gurih. Sifat asam glutamat yang ada pada esktrak ikan, udang, atau daging sama dengan asam glutamat yang terdapat pada monosodium glutamat (MSG) yang berbentuk bubuk penyedap rasa.
Berdasarkan cara pembuatannya, petis dapat digolongkan atas empat kategori mutu, yaitu petis kualitas istimewa, kualitas ekstra, petis nomor satu, dan petis nomor dua. Namun, produsen sangat jarang menjual petis istimewa karena harganya akan menjadi sangat mahal sehingga terbatas konsumennya. Dengan demikian, secara komersial tidak menguntungkan bagi produsen.
Petis istimewa menggunakan bahan baku udang Werus (Metapenaeus monoceros), sedangkan bahan baku untuk petis kualitas nomor satu dan nomor dua adalah ampas dari petis kualitas ekstra. Petis yang bermutu rendah umumnya dibuat dari bahan baku kepala udang atau udang kecil-kecil.

Bahan Baku
Bahan baku utama pembuatan petis udang adalah daging atau limbah udang dan gula merah. Bahan baku tambahannya berupa bawang putih, cabai, merica, gula pasir, tepung beras/tepung tapioka/kanji/tepung arang kayu, garam dapur, dan air.
Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan petis sangat sederhana dan lazim digunakan di rumah tangga biasa. Alat yang terpenting adalah belanga, yaitu panci lebar yang terbuat dari tanah liat. Alat ini disukai karena memiliki sifat pengantar panas yang rendah dan porous (berpori-pori). Dalam pembuatan petis diperlukan pemanasan rendah dalam waktu cukup lama, sehingga secara perlahan akan dihasilkan adonan petis yang kental dan elastis.
Dengan menggunakan belanga, pemanasan rendah dapat terjadi secara menyeluruh. Adanya pori-pori pada seluruh dinding belanga menyebabkan penguapan tidak hanya terjadi pada permukaan adonan, namun menyeluruh pada semua bagian adonan yang menempel pada dinding belanga.
Apabila digunakan wajan atau panci alumunium, akan terdapat banyak bagian yang hangus dan petis yang dihasilkan menjadi kasar dan berair (lembek). Hal ini disebabkan alumunium memiliki sifat pengantar panas yang baik, tetapi tidak porous
Ditambah Tepung Tapioka dan Arang Kayu
Pada prinsipnya pembuatan petis merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi penyiapan bahan baku, perebusan, dan pengentalan.
Selengkapnya proses pembuatan petis adalah sebagai berikut.
Mula-mula kepala udang harus dicuci bersih karena merupakan sumber bakteri dan terdapatnya sistem pencernaan di kepala.
Setelah kepala udang dicuci, diberi air dengan perbandingan tertentu. Kemudian dimasak atau direbus, biasanya selama 3 sampai 6 jam. Selanjutnya dilakukan pemerasan dan ampasnya dibuang. Perebusan ini dilakukan untuk mengambil sari dari kepala udang tersebut. Pembuatan petis juga dapat dilakukan dari ekstrak ikan atau udang bekas pembuatan pindang atau ebi (udang kering).
Sari udang atau ikan tersebut dimasukkan ke dalam belanga kemudian dimasak, sambil diaduk-aduk sampai agak kental. Setelah itu dilakukan penambahan gula, sedikit garam, bawang putih, cabai, dan merica. Dari sekitar 10 kg kepala dan kulit udang, diperlukan 0,2 kg gula dan 10 liter air. Setelah direbus selama kira-kira 3 jam akan diperoleh 0,5 kg petis.
Selain gula, di beberapa daerah juga ada yang menambahkan tepung tapioka dan tepung arang kayu atau arang jerami dalam pembuatan petis. Arang ini berguna untuk mencegah timbulnya bau tengik pada petis. Dari sekitar 20 kg kepala dan kulit udang, diperlukan 3 kg gula pasir, 0,5 kg garam dapur, 0,5 kg tepung tapioka, 20 gram tepung arang kayu (tepung jerami padi), dan 20 liter air tawar. Petis yang diperoleh sekitar 3 kg.
Perebusan dilakukan sampai adonan mengental, yang ditandai dengan pengadukan yang terasa berat atau apabila dijatuhkan dari sendok pengaduk, cairan tidak meluncur tetapi menetes (tetes demi tetes).
Mengingat petis merupakan produk saus kental yang elastis, petis sangat cocok dikemas dengan botol atau stoples yang bermulut lebar. Sebelum digunakan, botol-botol pengemas tersebut harus disterilisasi terlebih dahulu. Petis juga dapat dikemas dalam botol plastik.



3. LADA HITAM


Lada hitam adalah salah satu dan bentuk rempah pertama yang telch dihudidayakan sejak mesa prasejarah. Disebut-sebut sebagai master dari semua rernpah karena kemampuannya untuk dapat disimpan bertahun-tahun tanpa kehilangan rasa dan aroma. Pentingnya peran lada hitam juga dapat dilihat dari peristiwa sejarah di masa 1alu, dimana lada hitam digunakan sebagai alat tukar pembayaran pajak, seserahan perkawinan, sewa, dll. Pada zaman Mesir Kuno, lada hitarn ditemukan di cuping hidung Ramesses H, Raja Fraun ketiga pada dinasti ke sernbilan belas. Lada hitam ditempatkan disana untuk mengawetkan jasadnya dalam mummi sebagai bagian dari ritual di Mesir.
Di abad pertengahan, lada hitam digunakan untuk rnenyembunyikan bau busuk daging. Lada hitam dikenal herasal dari India dan telah digunakan sejak 2000 SM. Daerah penghasil pokok lada hitam terkonsentrasi di pesisir pantai Malabar di Kerala, India. Setah abad pertengahan, lada hitam mengalami perpindahan dan pesisir Malabar ke Eropa, Afrika Utara, dan Timur Tengah. Tanaman ini tumbuh di Malaysia dan Indonesia sejak 2000 tahun yang lalu. Rempah ini juga telah menimbulkan ketertarikan orang-orang Eropa untuk datang ke India.

Nutrisi pada Lada Hitam :
Jumlah Per 100 g
Kalori (kcal) 251
Jumlah Lemak 3,3 g
Lemak jenuh 1,4 g
Lemak tak jenuh ganda 1 g
Lemak tak jenuh tunggal 0,7 g
Lemak trans 0 g
Kolesterol 0 mg
Natrium 20 mg
Kalium 1.329 mg
Jumlah Karbohidrat 64 g
Serat pangan 25 g
Gula 0,6 g
Protein 10 g

Vitamin A
547 IU
Vitamin C
0 mg
Kalsium
443 mg
Zat besi
9,7 mg
Vitamin D
0 IU
Vitamin B6
0,3 mg
Vitamin B12
0 µg
Magnesium
171 mg

Fungsi Lada Hitam :

 Dikarenakan aroma dan rasanya yang kuat, lada hitam paling banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan sehingga membuat rasanya menjadi enak dan lezat. 
  Disebabkan oleh kuatnya pengaruh lada hitam terhadap kesehatan. Lada hitam telah banyak digunakan dalarn banyak sistem obat tradisional seperti Ayurveda, Unani, dan Siddha. 
  Lada hitam berperan sebagai antiodepresan can juga antioksidan yang membantu menurunkan tekanan kolesterol pada batas tertentu 
  Kandungan minyak esensial yang ada pada lada hitam membantu meredakan sakit otot, demam, dil, dan juga membantu meningkatkan sirkulasi darah. 
  Lada hitam juga berperan sebagai pencegah serangga yang efektif. Jika ditamhahkan dengan seperempat air, lada hitam aken berperan sebagai toksin yang efektif, merniliki kemampuan untuk rnembunuh hewan pengerat, semut, hama, dil

Karakteristik Lada Hitam :
  Daun berwarna hijau dan berbentuk oval dan runcing di bagian ujung.
  Batangnya disebut Batang stolon yaitu Batang dengan tumbuh tegak keatas dan Batang pada tanaman ini juga bercabang dan menjalar.Batang lada berbentuk lunak dan agak pipih dan beruas-ruas.
  Bunga pada tanaman lada berbentuk majemuk dan tumbuh pada ketiak tangkai daun.
  Buah pada tanaman ini berwarna hijau dan merah jika sudah matang.
  Memiliki biji berwarna kecoklatan hitam berdiameter 3-5 mm dan dilindungi daging buah dengan ketebalan 2-3 cm.

Bersumber dari



Komentar